Wednesday, June 8, 2011

Menulis Menjalin Persatuan — Sebuah Resensi The Freedom Writers


Perjuangan menciptakan perdamaian dunia tidaklah mesti sehebat dan sedashyat yang dilakukan oleh Mahatma Gandhi, Ralph J. Bunche, Agnes Gonxha Bojaxhiu, dan rekan lainnya. Hal itulah yang dibuktikan oleh Erin Gruwell yang diabadikan dalam buku sekaligus film The Freedom Writers (Diary). Gruwell mengisahkan dengan indah ketika ia mengajar di Woodrow Wilson Classical High School di Long Beach, California.

Buku The Freedom Writers Diary sendiri diterbitkan tahun 1999 oleh The Freedom Writer yang terdiri dari 150 murid Woodrow Wilson High School dan Erin Gruwell. Lalu kisahnya difilmkan untuk memperluas jangkauan pesan moral yang ingin disampaikan The Freedom Writers.

Jujur, ekspektasi pertama sangat jauh dengan yang tersaji. Bukan kisah seperti Inkheart yang energik dan membuai, The Freedoms Writers malah membuka diri dengan kisah gadis cilik keturunan Maya yang menyaksikan ketidakadilan yang dialami ayahnya karena perbedaan suku oleh aparat kepolisian yang menangkapnya. Dibumbui juga dengan berbagai laporan kekerasan dan kekacauan yang disebabkan perbedaan ras, kulit, dan suku bangsa.

Alur berpindah dan sang gadis cilik beranjak dewasa menjadi guru di Woodrow Wilson Classical High School. Pengalaman pertama membuat dirinya tegang dan bingung dengan sikap apa yang akan diambil ketika menghadapi kelasnya. Ia dihadapkan pada kelas yang terpecah karena ras, warna kulit, dan latar belakang yang berbeda. Tidak ada satu pun murid yang dapat akrab satu sama lain walau mereka bukan penyandang autis. Erin Gruwell sempat ketakutan saat murid yang dididik saling baku hantam hanya karena masalah sepele. Butuh hati dan mental kuat memang untuk menghadapi kelas tersebut.

Bercermin pada pengalaman yang ia hadapi sewaktu kecil yakni perasaan sedih karena perlakuan tidak adil terhadap dirinya, ia pun ingin kelasnya berubah peduli terhadap sesama. Tetapi guru-guru lain menganggap ia tidak akan sanggup mengubah sikap murid-muridnya. Ditambah lagi keyakinan muridnya bahwa Erin tidak sanggup mengajarkan hal yang nyata sebelum ia menghadapi secara langsung kekerasan, diskriminasi, dan kebencian yang menghantui mereka.

Ia pun mencari potensi yang ada pada kelasnya sebagai langkah awal. Tapi ia terkejut ketika mendapati karikatur sederhana namun dapat memicu kebencian yang amat dalam. Murid-muridnya berpendapat bahwa karikatur itu hanyalah semacam kebencian dan kesalahpahaman yang bisa memicu holocaust. Anehnya saat Erin bertanya tentang holocaust semua murid terdiam. Berangkat dari pengalaman ini, ia pun menjelaskan lebih lanjut dengan gaya mengajarnya apa itu holocaust. Kemudian Erin pun mencari kisah nyata di antara tumpukan buku yang merefleksikan kehidupan murid-muridnya. Ia ingin buku itu dibaca oleh kelasnya. Apa daya, kepala sekolah lebih suka bila kelasnya tetap membaca dongeng untuk anak kecil dikarenakan kecerdasan mereka yang tidak seberapa. Erin tidak patah arang. Ia pun bekerja paruh waktu demi memperoleh uang untuk membeli buku The Diary of A Young Girl karangan Anne Frank. Disusul dengan Zlata;s Diary: A Child’s Life in Sarajevo. Melalui pekerjaan paruh waktu tersebut ia pun membelikan jurnal untuk setiap muridny agar mereka memperoleh tempat untuk berdiskusi tentang perasaan mereka, pengalaman dan ketakutan. Awalnya, para siswa mempertanyakan efektivitasnya. Akhirnya Erin pun menemukan tumpukan jurnal dalam lemari, bukti bahwa kerja kerasnya bukanlah angin lalu.

Dilema pun datang dari suaminya yang merasa tidak diperhatikan karena Erin lebih mementingkan profesinya sebagai guru dan perhatian yang berlebihan yang dicurahkan olehnya. Maka mereka pun berpisah. Hal ini mendatangkan kepedihan bagi Erin. Namun ia tetap tegar. Ia mencurahkan lebih banyak perhatian dan upaya agar ia dapat melupakan kesedihannya.

Sebagai langkah gemilang untuk mengubah sejarah, murid-muridnya mengadakan Baca-a-Thon untuk Toleransi demi mengumpulkan uang agar undangan mereka Miep Gies dapat berkunjung ke sekolah meraka. Miep Gies adalah wanita yang menyembunyikan keluarha Anne Frank selama perang berkecamuk. Mereka pun dikunjungi oleh Zlata Filipovic. Murid-murid Erin mendapatkan pengakuan yang luar biasa dari pemerintah yang berharap bahwa orang lain dapat meniru dan menemukan inspirasi dalam kisah sukses merka mengadakan perubahan hidup. Bersama-sama mereka meuju New York untuk menerima penghargaan tersebut.

Sebagai penutup dari film ini, satu masalah dikemukakan lagi: murid-muridnya ingin ia juga mengajar di tingkat selanjutnya. Namun peraturan hanya mengijinkan ia mengajar sampai akhir tahun. Bersama muridnya Erin pun memperjuangkan ke tingkat atas agar ia dapat mengajar lagi. Tidak mudah memang karena adanya tentangan dari pihak sekolahnya sendiri. Tapi itu semua ia lalui dan kebersamaannya dengan kelas yang ia asuh pun langgeng didukung oleh pemerintah.

Beberapa fragmen keberhasilan pun ditampilkan dalam film ini. Salah seorang muridnya yang broken home memutuskan untuk tinggal kembali bersama ibunya. Yang lain memutuskan untuk berkukuh pada apa yang benar sekalipun harus mengorbankan pacarnya yang berandalan meski ada tekanan menghadang.

Tidak heran apabila The Freedom Writers memenangi penghargaan dari Humanitas Prize (2007)kategori Feature Film dan dinominasikan oleh Image Award (2008) sebagai Outstanding Writing in a Motion Picture (Theatrical or Television). Sebuah film yang wajib ditonton oleh mereka yang bergerak dalam bidang pengajaran, mereka yang mencari cara untuk perdamaian, mereka yang merasa tidak layak menjalin persatuan, mereka yang mencari inspirasi dalam hidup mereka, mereka yang mencari kebebasan: kebebasan untuk menulis—The Freedom Writers. (Erianto Ongko)


Sutradara

Richard LaGravenese

Produser

Danny DeVito

Michael 
Shamberg

Stacey Sher

Screenplay

Richard LaGravenese

Berdasarkan buku

The Freedom Writers Diary oleh Erin Gruwell dan kelasnya

Dibintangi oleh

Hillary Swank

Patrick Dempsey

Scott Glenn

Imelda Staunton

Jason Finn

Kristin Herrera

Musik

Mark Isam

will.I.am

RZA

Sinematografi

Jim Denault

Editor

David Moritz

Studio

Jersey Films

MTV Films

Distributor

Paramount Pictures

Rilis

5 Januari 2007

Durasi

122 menit

Budget

$ 21 juta

Pendapatan

$ 43.090.741

No comments:

Post a Comment